JILBABER TOMBOY !!!
“Wah, kau cantik sekali pakai jilbab itu”, kataku kagum, melihat sahabatku baru pertama mengenakan sebuah jilbab. Aku membiarkan ia memandang kecantikannya di depan cermin kamarku. Sepertinya ia juga sedang melihat suatu perbedaan dari biasanya. “Iya Vi, aku lumayan cantik juga ya pakai jilbab ini !” Aku tersenyum melihatnya menyukai jilbab itu, paling tidak niatku menjadikannya seorang jilbaber lebih mudah.
“Vi, boleh gag jilbab ini buat aku? Boleh ya Vi, ya ya?” pintanya manja. Gadis ber-background tomboy itu, sebelumnya tak pernah menyukai warna pink. “Lho kog diminta? Trus aku pake apa donk?” jawabku sedikit jual mahal. “Yah, kan kamu masih banyak, pakai yang lain aja lah !”
“Ok Jes, it’s for you”.
“Makasih Ovi yang cantik n baik hati”.
“Emang kamu beneran mau pakai jilbab itu?” tanyaku. “Ehm..enggak. Aku Cuma mau pakai pas lagi ada acara pengajian atau yang lain. Emang napa Vi?”
“Lho kog gitu Jes, kamu bisa pake setiap hari kog. Jangan Cuma pas acara penting doank”.
“Yah…suka-suka aku donk Sob.” Jawabnya dengan singkat.
Huh…gitu lagi deh. Jessy benar-benar tak pernah mendengar kata-kataku. Sulit banget merubah si gadis cuek itu.
“Hai Vi, kenapa diam?” tanyanya mengagetkanku dari lamunan.
“Enggak kog Jes, aku cuma sayang aja. Seharusnya setiap muslimah itu mengenakan jilbab. And aku sangat ingin engkau sebagai muslimah yang mengenakan jilbab”. Jawabku lirih. Namun ia tetap cuek dengan nasehatku, “udahlah Vi, aku kan juga bukan orang yang menentang agama banget, aku juga sholat, puasa dan lain-lain itu, sama kaya muslimah lainnya?” Emosinya mulai meninggi, suaranya yang lantang lumayan mengusik telingaku. “Aku mengerti maksudmu, tapi seorang muslimah hanya bisa dikatakan muslimah kalau ia menutup seluruh auratnya !” Nasehatku kembali keluar untuknya. “Huhh…Shit”. Kemarahannya benar-benar memuncak, ia keluar kamar dengan membawa jilbab yang baru ia minta dariku. Baru kali ini dia marah seperti itu, dan baru sekarang juga ia berani membentakku. Aku hanya memandanginya meninggalkan rumahku dengan motornya. Sungguh kemarahan yan tak biasa kutemui dari sosok Jessy.
“Ah…apa aku terlalu memaksakan keinginanku? Mungkin aku memang tak seharusnya sekeras itu padanya, maafin aku Jes”. Kataku lirih. Air mataku mulai menjamahi pipi, aku tak ingin kehilangan sosok sahabat seperti dia.
***
Sudah seminggu ini aku tak bertemu dengan Jessy. Apa dia masih marah sama aku, biasanya abis pulang sekolah ia langsung main ke rumah? Tapi kenapa sejak kejadian kemarin tak nampak dia? Dihubungi, nomornya tak ada yang aktif. Aku tak bisa terus-terusan seperti ini, aku akan datang ke rumahnya, dan meminta maaf. “Ya. Itulah yang akan kulaukan”. Pukul 16.30, aku meluncur ke rumah Jessy.
“Assalamu’alaikum”.
“Waalaikumsalam, eh Ovi, yok masuk dulu Vi”. Sambut mama Jessy senang melihat aku berkunjung ke rumahnya. Setelah dipersilakan dudu, aku pun melirik-lirik suasana rumah Jessy, sepertinya aku sudah cukup lama tak mengunjungi rumah Jessy. “Nah gitu donk Vi, jenguk ke rumah, masa Jessy terus yang main ke rumahmu. Lagian juga keenakan Jessy, kabur dari pengawasan mamanya !” Hahaha… bisa-bisa saja nih mamanya Jessy. “Iya Tan maaf, banyak bantu mama di rumah”. “Oh gitu !” jawab mama Jessy tersenyum. Wanita berjilbab itu sangat cantik seperti Jessy ketika memakai jilbab. “Tan, Jessynya kemana?” “Oh iya sampai lupa, bentar kupanggil dia dulu”. Mama Jessy pun beranjak dari ruang tamu.
Beberapa menit kemudian, datanglah Jessy dengan 2 gelas minuman di nampannya. “Hai Vi, lama tak jumpa ya?” Kaget, aku melihat sikapnya, sangat meleset dari dugaanku sebelumnya. “Eh iya Jes, udah seminggu kau tak ke rumahku, ada apa?” kataku sambil memandang gadis itu masih dengan baju-baju tomboy-nya, dan rambut cepak sebahunya.
“Ssst…Vi sebenarnya seminggu ini aku dihukum mama, aku gak boleh keluar kecuali sekolah. Dua HP-ku juga disita. Untung aja hari ini kamu datang, aku senang sekali”. Jawabnya dengan senyum kemenangan.
“Oh tak fikir kamu marah sama aku gara-gara masalah kemarin? Susah juga ya kalau beda sekolah kaya gini?”
“Iya sih, sulitnya gitu, kita gak pernah ketemu di sekolah. Hehehe. Udahlah yang kemarin ya kemarin, aku udah nglupain kog.” Jawabnya yakin.
“Jes, kenapa kamu bisa dihukum sama mamamu? Pasti aneh-aneh ya?
Dengan cengengesan ia menjawab, “karena ketahuan aku bolos, saat aku jalan ke mall sama temen. Sial, ketemu mama, langsung dech HUKUMAN…!!! Hufh menyebalkan”
“Hehe Jessy-Jessy masih aja kaya jaman SMP, sering juga ngajakin aku bolos. Tapi sekarang aku sadar kalau bolos tuh enaknya cuma sesaat, ujung-ujungnya pasti merepotkan.
Jam sudah hampir Maghrib. Aku segera berpamitan pada Jessy dan mamanya. “Hati-hati ya friend”. Lambaian tangan Jessy mengiringi langkahku. Aku senang sekali tak jadi kehilangan sahabat. “Tapi…apa aku harus menyerah jalanin misiku? Gak, aku gak boleh menyerah, tapi tidak untuk sekarang. Semua butuh proses.
***
“Ovi…!!! Aku datang lagi”. Teriak Jessy, begitu ia sampai di rumahku. Ia sangat gembira bisa menemui kembali kebiasaannya itu. Mamaku hanya tersenyum menyambut jabat tangan Jessy, yang memang sudah sangat basi bagi mamaku, tapi aku sangat menyukainya.
“Vi…sini…sini…sini aku Bantu kamu”. Segera ia menyamber tumpukan buku yang kubawa masuk ke dalam kamar. “Vi, aku mau curhatdonk”, pintanya serius. “Iya tapi jangan sekarang, aku masih beresin kamarku dulu Jes ! “Udah…aku Cuma sebentar kog, kamu sambil beresin juga bisa !” “Ya sudah, coba ceritakan, aku mau dengerin curhatmu”.
Jessy pun mulai bercerita, dan aku masih meneruskan kesibukanku.
“Vi, temen-temenku cowok di sekolah kan banyak. Sejak dari kelas 1 kita sering numpul bareng and bercanda bareng. Aku sangat menyukai gaya mereka yang super ceplas-ceplos. Bikin ngocak perut terus. Pokoknya aku seneng dech bawaannya. Tapi akhir-akhir ini mereka kelewatan ceplas-ceplos !”
“Maksudnya?” tanyaku penasaran.
“Makanya tunggu aku cerita dulu, jangan tergesa-gesa. Vi, mereka semua sekarang kan udah pada punya pacar. Nah, yang dibicarakan selalu aja cewek mereka masing-masing. Ada yang bilang inilah..itulah..! Otomatis aku sebagai cewek sendiri di sana lumayan tersinggung saat mereka mulai membicarakan tentang hal-hal nyeleneh alias porno. Kog mereka gak menghargai kehadiranku di sana ya? Mau tersinggung? Percuma ! Mereka pasti malah ketawa ngeliat aku kaya gitu. Gimana ya supaya mereka bisa lebih menghargaiku?”
Aku terhenti dari kesibukanku, melihat gadis itu penuh kata tanya di matanya.
“Jessy, jika engkau ingin dihargai orang lain, terlebih dahulu kamu harus hargai diri kamu sendiri”.
“Maksudnya”
“Kamu sudah mulai dewasa, aku yakin kamu tahu bagaimana seharusnya kamu menghargai diri sendiri”.
Ia mengangguk memandangku, sepertinya ia berfikir untuk memaknai apa yang baru ku katakana.
***
Pulang sekolah, aku tak langsung pulang ke rumah. Aku akan pergi ke took buku dan rencananya akan mengajak Jessy juga. Aku mampir ke sekolahnya yang jaraknya lumayan jauh dari sekolahku.
Akhirnya sampai juga aku di sekolahnya. “Jessy dimana ya? Teman-temannya udah bubar, kog dia lum muncul”.
Tiba-tiba suara lantang memanggil namaku dari belakang. “Oviii…!” Badanku berbalik, memfokuskan pada seorang gadis berjilbab yang datang menghampiriku.
“Jessy ?” Aku memandanginya kagum, tak percaya dengan perubahan Jessy hari ini.
“Yoi Vi, ni aku Jessy. Gimana ?”
“Jes, ini luar biasa. Kamu hebat”.
“Makasih”. Jawabnya dengan senyuman manis. “Vi, inilah pikiranku dalam memaknai kata-katamu kemarin, tentang bagaimana aku menghargai diriku sendiri, hari ini teman-teman sudah mulai berubah, masih sebagian sich. Tapi Vi, aku tidak biasa dengan semua ini.
Aku menjawabnya dengan senyuman bahagia. “Justru itu Jes. Jangan jadi Jessy yang biasa, karena kebiasaan-kebiasaan yang biasa. Tapi jadilah Jessy yang luar biasa dengan kebiasaan-kebiasaan yang luar biasa juga”.
“Ok. Sip deh bos”. Jawabnya mengacukan jempol tangannya.
“Kog bos?”
“Ok Ustadzah.” Masih mengulangi ekspresi sebelumnya.
“Kog Ustadah?”
“Ok Sob?”
“Jessy-Jessy tetep aja tomboy. Jes, pesanku, kalau udah melalui tahap awal, kamu harus pertahanin ya!”
“Ok bos”
“Bos lagi. Ya sudahlah Jes, itu memang dirimu. Tomboy ooy.”
“Hahahaha.” Kamipun tertawa bersama.
EmoticonEmoticon